Game Call of Duty Terbaru Tetap Rilis di Konsol Last-Gen: Antara Inklusivitas dan Kemunduran Teknologi?
duniaesports.com – Di tengah gempuran teknologi next-gen, grafik 4K, ray tracing, dan kecepatan SSD super kilat, satu keputusan mengejutkan datang dari Activision: seri terbaru game Call of Duty (CoD) akan tetap dirilis untuk PlayStation 4 dan Xbox One.
Yes, kamu nggak salah baca di tahun 2025 nanti, saat sebagian besar publisher sudah “move on” ke PS5 dan Xbox Series X|S, franchise sebesar game Call of Duty masih akan menyapa konsol generasi sebelumnya yang dirilis… lebih dari 10 tahun lalu.
Keputusan ini langsung mengundang pro dan kontra. Ada yang bilang ini langkah inklusif. Tapi ada juga yang khawatir ini justru menghambat kemajuan.
Lalu sebenarnya, apa yang membuat Activision bertahan di last-gen, dan apa dampaknya buat industri game?
Angka Tak Bisa Bohong: PS4 Masih “Raja” Player Base
Sebelum kita hakimi keputusan ini, kita harus lihat fakta pasar dulu. Konsol PlayStation 4 telah terjual lebih dari 117 juta unit di seluruh dunia. Xbox One? Sekitar 58 juta unit (walau tidak sepopuler PS4 secara global). Ini berarti, lebih dari 170 juta pemain di dunia masih punya potensi main Call of Duty jika game-nya tetap hadir di platform tersebut.
Bandingkan dengan PS5 dan Xbox Series X|S yang meskipun sudah mulai umum, belum mencapai setengahnya.
Buat Activision yang bisnisnya sangat tergantung dari volume, keputusan ini bisa dimengerti secara ekonomi.
“Call of Duty bukan sekadar game — dia adalah layanan live-service jangka panjang. Menjaga pemain sebanyak mungkin tetap terhubung adalah strategi utama,” ujar analis pasar game, Daniel Ahmad.
Komunitas Terbagi Dua: #SupportLastGen vs #DropTheDeadWeight
Di forum-forum seperti Reddit, Discord, hingga Twitter (X), komunitas CoD langsung terbagi dua kubu:
- Kubu 1: Support Last-Gen
“Gue belum sanggup beli PS5, jadi ini kabar baik. Jangan biarkan game triple-A eksklusif elite.”
“Banyak pemain dari negara berkembang masih main di PS4. Jangan tinggalin mereka.”
- Kubu 2: Drop the Dead Weight
“Last-gen bikin kualitas versi current-gen tertahan. Map harus dibatasi. AI nggak bisa kompleks. Ini hambatan kreativitas developer.”
“Kita butuh CoD yang bener-bener push batas grafis dan gameplay. Nggak bisa kalau masih harus mikirin hardware lama.”
Dan memang, dari sudut pandang teknikal, keputusan mempertahankan support last-gen punya harga mahal.
Masalah Teknis: Haruskah Kita Khawatir?
Yup, ini bagian yang bikin banyak dev dan gamer elite geleng-geleng kepala.
Karena saat game harus rilis cross-gen, maka:
- Desain map harus kompatibel dengan RAM kecil (8GB di PS4)
- Tidak bisa gunakan NPC/AI yang terlalu pintar karena CPU terbatas
- Harus kurangi detail lingkungan dan jumlah pemain aktif dalam mode tertentu
- Ukuran file game bisa membengkak karena harus simpan dua versi engine dalam satu paket
Artinya, walaupun di PS5 kita main Call of Duty terbaru dengan grafis kinclong dan loading cepat, tetap aja game itu dirancang dengan batasan last-gen di belakang kepala dev.
Ini kayak mobil Ferrari yang harus jalan pelan karena masih nunggu temen bawa Daihatsu Espass.
Baca Juga:
Lewat Pertarungan Sengit, Nova Esports Juara HOK Invitational S3
Siap-Siap! FFWS SEA 2025 Pre-Season Perkenalkan Format Baru di Kompetisi Free Fire
Strategi Bisnis: Warzone Jadi Penentu
Penting juga dicatat bahwa Call of Duty bukan lagi game single-player atau sekadar campaign.
Sekarang ini, Call of Duty adalah ekosistem, dengan Warzone (battle royale) sebagai jantungnya.
Activision butuh player sebanyak mungkin buat:
- Jaga matchmaking cepat
- Bikin ekosistem item in-game hidup
- Bikin konten seasonal lebih relevan
- Monetisasi lewat battle pass & skin
Dan yang paling penting: menjaga dominasi metrik pengguna aktif
Jadi kalau rilis hanya di PS5/Xbox Series, mereka bisa kehilangan jutaan player Warzone yang masih di PS4/Xbox One. Itu artinya, jutaan potensi transaksi juga hilang.
PS6 kabarnya akan muncul sekitar 2027-2028. Artinya, kita masih bisa lihat game Call of Duty yang berjalan di PS4 selama 12–13 tahun masa hidup platform — angka yang absurd untuk ukuran game kompetitif.
Beberapa analis menyebut bahwa 2026 akan jadi titik akhir support last-gen. Tahun di mana Call of Duty harus full upgrade, seperti saat kita beralih dari PS3 ke PS4.
Meski Activision tidak secara resmi mengkonfirmasi studio mana yang memimpin proyek CoD terbaru ini, rumor kuat menyebut bahwa Treyarch yang memimpin, dengan setting game di era modern-futuristik.
Di kalangan developer sendiri, keputusan ini seperti pedang bermata dua.
“Kami ingin bikin CoD yang revolusioner. Tapi harus tetap bikin versi PS4. Jadi kadang rasanya seperti nulis buku dengan tangan terikat,” kata salah satu dev anonim dari mantan proyek CoD sebelumnya.
Indonesia Masih Ramai Main di Last-Gen
Kalau kita ngomong realitas di Indonesia, keputusan Activision ini bisa dibilang berpihak ke mayoritas gamer kita.
Banyak warnet konsol, rental, dan pemain kasual masih main di PS4 fat atau slim. Bahkan Warzone versi low-spec masih rame di kalangan pelajar dan komunitas casual.
Dengan harga PS5 masih di atas 7 juta, banyak orang belum siap upgrade.
- Jadi, rilisnya CoD terbaru di last-gen bisa jadi kabar baik buat:
- Komunitas esports level menengah
- Streamer pemula
- Gamer kasual di daerah yang belum punya akses ke konsol baru
Tapi jangan lupa, jika CoD terlalu lama bertahan di last-gen, maka game ini bisa ditinggal komunitas elite atau pro player yang ingin performa maksimal dan pengalaman next-level.
Kompromi Desain: Bagus atau Berbahaya?
Kalau boleh berpendapat keputusan ini sebenarnya bukan salah. Tapi harus disertai roadmap yang jelas.
Kalau Activision mau tetap support last-gen, maka:
- Pastikan versi next-gen punya fitur tambahan eksklusif
- Jangan bikin versi PS5 hanya “upgrade tekstur” dari versi PS4
- Harus mulai edukasi komunitas untuk siap transisi
- Pastikan anti-cheat dan performa tetap optimal di semua platform
Kompromi itu wajar, tapi jangan sampai bikin semuanya terasa setengah matang.
Inklusif atau Stagnan?
Call of Duty adalah salah satu franchise game terbesar di dunia. Setiap langkahnya punya konsekuensi besar. Dan keputusan untuk tetap merilis game terbaru di konsol last-gen adalah bukti bahwa dalam industri game, bisnis dan teknologi tidak selalu sejalan.
Ada yang menyebut ini bukti Activision peduli dengan semua gamer. Tapi ada juga yang bilang ini adalah tanda stagnasi, di mana developer lebih memilih angka player ketimbang lompatan kualitas.
Tapi satu hal yang pasti:
- Call of Duty tetap menjadi medan perang — bukan hanya di dalam game, tapi juga dalam perdebatan soal masa depan gaming.
- Dan selama jutaan player masih aktif di PS4 dan Xbox One, Activision tahu satu hal:
- Mereka belum bisa ditinggal. Belum sekarang.